Dapatkan Informasi dan Artikel Terbaru Dari Blog Ini dengan Menambahkan Ke Daftar Favorit [ Klik Disini ]

Sebuah Cerpen "Hujan Terakhir" by Shabrina Kasmira

2 min read

Ada yang menarik tentang hujan. Aku rasa, hujan selalu menarik. Di mata beberapa orang, hujan adalah simbol kedamaian. Rasa damai dimana mereka mulai sibuk mempersiapkan bantal, guling, dan menarik selimut, lalu memulai tidur dalam dingin dengan nyenyak. Ada juga para pencinta sastra justru memulai masa produktif mereka, menciptakan puisi, cerpen, melanjutkan menulis buku, dan menghamburkan ribuan kata dalam tulisan.

Hujan juga tak lain adalah rahmat Tuhan yang diturunkan ke bumi utuk memberikan berkah kepada seluruh makhluk yang ada di bumi. Tapi, hujan terakhir hari itu, membuat semuanya berbeda, hanya karena kamu.

Hari itu, aku selalu mengingatnya. Hari dimana sekolah aku dan kamu sedang mengadakan Masa Orientasi Sekolah (MOS). Kamu bergegas memulai semua cerita dengan menabrak badan ku sambil berlari. Dingin, tanpa kata maaf, kamu tetap terburu-buru meskipun telah bersalah membuat badan ku sakit.

Hari itu aku sangatlah jengkel. Bagaimana mungkin, kamu membuat hari pertama ku di sekolah kita menjadi menyebalkan. Seorang laki-laki menabrak tubuhku begitu saja, lalu tanpa kata maaf meninggalkan ku. Aku tidak pernah tau apa yang sedang kamu kejar. Termasuk bingung apakah kamu kebelet pipis atau yang lain. Aku tidak mengerti apa yang membuat mu lupa tentang pelajaran meminta maaf. Aku benar-benar bingung, yang kuingat, hari itu, aku begitu membenci sikapmu.

Wajah mu tidak pernah nampak dalam mataku. Bahkan punggung mu yang lari 'ngibrit' tanpa rem juga terlihat sama dengan punggung-punggung lelaki lain. Begitu sulit mengenali mu, diantara semua laki-laki yang ada.

"JIKA HITUNGAN 123 BERAKHIR, KALIAN HARUS JALAN JONGKOK!" Teriak kakak senior di samping tiang bendera.

Akhirnya, aku juga bergegas, dan terburu-buru sama sepertimu. Sekilas, aku lupa dengan kejadian hari itu, karena pikiran ku teralihkan dengan kegiatan yang harus kita lakukan waktu itu, juga ditambah ancaman-ancaman dari kaka senior, membuat pikiranku buyar tentang hal menyebalkan yang baru saja terjadi.

Aku memasuki sekolah yang sama dengan tetanggaku. Aku tanpa basa basi langsung bercerita bahwa kamu menabrak ku tanpa minta maaf. Aku juga berjanji akan memarahi mu jika aku bertemu dengan mu. Bagiku, itu bukanlah hal sederhana, benturan mu saat itu, benar-benar sakit. Tiga hari berlalu, aku tetap tidak menemukan mu, bahkan hingga Masa Orientasi Sekolah kita berakhir.

Walaupun aku tidak bisa mengenalimu, tapi aku optimis aku pasti bisa menemukanmu. Entah apa yang membuat ku yakin, aku hanya memiliki rasa ingin memarahimu saja. "Loe cewe yang waktu itu ya? Sorry ya" Ucap seseorang padaku, saat aku makan di kantin.

Sepenggal cerita diatas adalah karya Shabrina Kasmira yang dikeluarkan oleh Life Dot Pustaka, Kalimantan Selatan. Ini merupakan buku keduanya setelah "Hujan di Tanah Kering" terbit.

Dari beberapa cerpen yang dihasilkan menggunakan kosa kata yang mudah dimengerti dan sangat kental dengan bahasa anak muda, mungkin karena beliau masih seorang pelajar kali ya. Namun, isinya sangat easy for read, dan gak bertele-tele.

Dan kisah yang diceritakan juga sangat erat kaitannya dengan cerita romansa ala-ala anak SMA. Meskipun begitu, alur cerita yang dipaparkan gak melompat-lompat  alias stabil dengan mempertahankan nilai estetik bahasa dan tidak mengaburkan figur yang diceritakan.

Bagi Anda yang ingin membaca buku ini, Anda bisa mendapatkannya di Google Play Book dengan Judul Hujan Terakhir.

Posting Komentar